MAKASSAR – Pasca ditemukannya penyakit “Kencing Tikus” pada salah satu pasien di Puskesmas Ma’rang, Kabupaten Pangkajene Kepulauan (Pangkep), Balai Labkesmas Makassar bersama tim gabungan melaksanakan surveilans penyelidikan epidemiologi Kejadian Luar Biasa (KLB) Leptospirosis. Dari hasil pemeriksaan, sebanyak 3 ginjal tikus dinyatakan positif mengandung bakteri leptospira.

Epidemiolog Kesehatan Madya Balai Labkesmas Makassar, Nuralim Ahzan, SKM, M.Kes yang juga salah satu anggota tim gabungan dalam pemaparannya pada presentasi hasil kegiatan, Senin (28/7/2025) di Aula BLKM Makassar menyatakan bahwa kegiatan yang dilakukan adalah bentuk respon cepat terkait adanya kasus positif leptospira yang menyebabkan kematian di Desa Pitue.
“Ini adalah upaya respon kita untuk menangani penemuan kasus leptospirosis di Pangkep tahun ini. Kalau dari data kajian kita sebelumnya, sejak 2023 memang selalu ditemukan kasus di sana,” ungkapnya.
Menurutnya, penyakit kencing tikus adalah penyakit yang patut untuk diwaspadai karena dapat menyebabkan kematian jika tidak ditangani dengan baik.
Penyakit Leptospirosis, atau biasa dikenal dengan istilah “Kencing Tikus” merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh infeksi bakteri yang berbentuk spiral dari genus Leptospirayang patogen dan dapat menyerang manusia maupun hewan. Adapun binatang yang berperan dalam penularan penyakit itu adalah unggas, anjing, sapi dan yang paling sering yakni tikus.
Merespon kasus positif leptospirosis yang menyebabkan kematian salah seorang warga Kampung Bontoe, Desa Pittue, Kecamatan Ma’rang, Kabupaten Pangkep yang dilaporkan pada 14 Juli 2025 lalu, tim gabungan yang antara lain terdiri dari Balai Labkesmas Makassar, Dinas Kesehatan Kab. Pangkep dan Babinsa Desa Pitue Kodim 1421/Pangkep yang juga berkoordinasi dengan Tim Kerja Zoonosis Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit serta Dokter Spesialis RS. Demak segera bergerak melakukan Koordinasi melalui Zoom Meeting terhadap Upaya pengendalian leptospirosis di Kab. Pangkep dan Tim Balai Labkesmas Makassar turun kelokasi untuk melaksanakan Surveilans Penyelidikan Epidemiologi Leptospirosis pada tanggal 16-18 Juli 2025. Penyelidikan dilakukan dengan wawancara kepada Masyarakat, penelusuran adanya kasus baru melakukan pemasangan perangkap tikus sebanyak 118 buah pada dua dusun di Desa Pittue, Kecamatan Ma’rang, Kabupaten Pangkep, yakni Dusun BontoE 65 Perangkap dan Dusun Gusunge 53 Perangkap.
Hasilnya, dari 12 tikus yang tertangkap dan dilakukan pemeriksaan pada ginjal, ditemukan 3 ginjal tikus yang terifeksi bakteri leptospira yang menjadi penyebab penyakit leptospirosis.
Kepala Balai Labkesmas Makassar, Rustam, S.Si., M.Kes menyatakan bahwa rekomendasi harus segera disampaikan kepada stake holder terkait, dan masyarakat perlu segera diedukasi. Apalagi, kasus positif terjadi saat musim kemarau. Yang mana biasanya kasus ini muncul di musim hujan akibat genangan banjir.
“Kita perlu melakukan penanganan sesegera mungkin. Melihat dari data kita yang memperlihatkan bahwa Kabupaten Pangkep tiap tahunnya ditemukan kasus serupa. Kalau perlu, kita adakan koordinasi dengan Labkesmas Tier-5.,” Ujarnya.
Dirinya menegaskan, bahwa surveilans kesehatan seperti yang dilakukan di Kabupaten Pangkep merupakan Tupoksi Balai Labkesmas Makassar yang tertuang dalam regulasi.
“Ini sudah menjadi tugas kita. Untuk memastikan pencegahan dan pengendalian penyakit di regional 8,” pungkasnya.
Dalam kesempatan itu juga, Ketua Tim Kerja Surveilans Penyakit, Faktor Resiko Kesehatan dan Kejadian Luar Biasa (KLB) Balai Labkesmas Makassar, Yulce Rakkang, SKM, M.Kes mengatakan bahwa Pangkep bisa menjadi perhatian untuk dilakukan surveilans sentinel di 2026.
“Sama seperti usulan teman-teman, karena sudah ditemukan kasus, maka kita bisa usulkan untuk perencanaan program tahun depan yaitu surveilans sentinel di Kabupaten Pangkep. Ini sudah memungkinkan kita lakukan karena memang sentinel itu dilakukan ketika di sana pernah terjadi kasus,” jelasnya.
Sementara itu, Nuralim menyatakan bahwa selama berada di lokasi, dirinya melakukan observasi dan wawancara bersama masyarakat setempat. Di sana ia mengamati aktivitas budidaya rumput laut yang dilakukan oleh warga.
“Dalam aktivitas itu kan melibatkan tali untuk penanamannya. Nah, ada kemungkinan tali tersebut terkontaminasi bakteri leptospira. Sehingga kalau petani melakukan kontak fisik dengan tali yang terkontaminasi kencing tikus, bisa menyebabkan penularan jika ada luka lecet ditangan yang menjadi pintu masuknya bakteri leptospira serta tidak memperhatikan kebersihan,” terangnya.
Dalam diskusi yang dihadiri oleh segenap tenaga kesehatan Balai Labkesmas Makassar itu, melahirkan beberapa rekomendasi yakni perlunya penyimpanan peralatan budidaya rumput laut yang aman dari jangkauan tikus, limbah penanaman yang dijauhkan dari rumah-rumah warga dan mencuci tangan bagi warga usai melakukan aktivitas di luar rumah. Lebih lanjut untuk mencegah penyebaran penyakit ini, masyarakat diimbau untuk mengambil langkah-langkah pencegahan berikut:
- Hindari kontak langsung dengan air, tanah atau benda yang berpotensi terkontaminasi. Terutama saat terdapat luka terbuka di kulit.
- Gunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan dan sepatu bot saat bekerja di area yang berisiko tinggi. Seperti persawahan atau area yang sering tergenang air.
- Jaga kebersihan lingkungan, khususnya di sekitar rumah dan tempat kerja. Untuk mengurangi populasi tikus.
- Simpan makanan dan minuman dengan aman agar tidak menarik tikus.
- Segera berkonsultasi dengan fasilitas kesehatan terdekat jika mengalami gejala seperti demam mendadak, sakit kepala, nyeri otot, mual, muntah, atau mata merah. Terutama setelah terpapar lingkungan yang berisiko.